Kalau Indonesia ingin lanjut ke pra-Olimpiade 2012 di London, maka sudah sepantasnya mengerahkan sebanyak mungkin pemain keturunan untuk mengalahkan Turkmenistan. Tapi resikonya perjuangan merombak PSSI jadi melemah.
Tugas BeratDengan ketinggalan 1-3 di laga pertama di Stadion Jakabaring Palembang menjadikan tugas berat bagi timnas U-23 untuk membalikkan agregat menjadi kemenangan. Dengan tuntutan selisih minimal 3 angka, maka pertandingan di Ashgabat 9 Maret ini sangat berat.
Biasa DinginKecuali bisa mengerahkan pemain keturunan yang kebanyakan sudah terbiasa main di iklim ekstrim dingin. Ruben Wuarbanaran, Diego Michiels, Joey Suk, Irfan Bachdim, Kim Kurniawan, Stefano Lilipay, Gaston Salasiwa sudah pernah bermain bola di cuaca sampai 0 derajat Celsius. Mereka tidak akan kesulitan berprestasi di suhu 5-10 derajat Celsius hari itu. Bahkan prestasinya akan lebih bagus daripada kalau mereka bermain di Indonesia yang panas.
Ketika Indonesia menurunkan tim "wajah baru" maka tim Turkmenistan bisa kaget dan strateginya kacau. Faktor lain adalah mental profesional. Mengingat mereka mendapat polesan di klubnya masing-masing di Belanda mereka punya mental profesional ketika menghadapi tekanan main di kandang lawan.
Banyak Cedera
Perlunya sekarang mengerahkan pemain keturunan juga karena saat ini pelatih Riedl menghadapi masalah cedera sederetan pemain-pemain pilar seperti Okto, Tibo dan Yongki. Dipaksakan main bisa memperperparah cedera dan merugikan klub.
Mungkinkah
Pertanyaan yang kemudian muncul, bagaimana caranya menyatukan pemain-pemain ISL, LPI dan lainnya dalam satu Indonesia, sedangkan ada kalangan yang menilai "permusuhan" antara dua liga itu berada di atas kepentingan bangsa?
Seandainya hasilnya positif dan Garuda menang, maka perjuangan merombak kepemimpinan PSSI akan melemah. Karena argumen seberang berbunyi: Mengapa harus dirombak wong PSSI sukses kok?!
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar