Menarik mengamati perkembangan tiga pemain Indonesia yang ditempatkan di SC Visé, klub devisi dua Belgia, milik keluarga kaya Bakrie.
Sejak Juni 2011 Yandi Munawar (25 Mei 1992), Yericho Christiantoko (14 Januari 1992) dan Alfin Tuasalamony (13 November 1992) dipindahkan dari pelatihan SAD di Uruguay ke Belgia.
Kompetisi
Sejak kompetisi 2011/12 dimulai, 24 Agustus itu Munawar pemain depan (kebagian 57 menit) dan Tuasalamony bahkan satu pertandingan penuh tanpa diganti ketika main kandang lawan Sint Niklaas. Visé memetik kemenangan tipis 2-1. Yericho belum kebagian menit karena menurut info dari sepakbolanda.nl, bek kiri ini masih cedera.
Tampaknya Visé lebih membutuhkan kontribusi pemain belakang kelahiran Maluku, Tuasalamony, ketimbang Munawar. Buktinya pada pertandingan Piala Belgia Cup, lawan Oostende hanya Alfin yang dipasang satu pertandingan penuh.
Kartu Merah
Perannya juga sangat krusial, karena pada pertandingan hidup mati pada 28 Agustus itu Tuasalamony dikeluarkan di menit ke 102, karena mengantongi dua kartu kuning. Karena bermain dengan 10 orang, Visé yang di kandang sendiri masih bertahan 0-0. Akhirnya dalam 10 menit, tidak bisa meredam dua kali gedoran Sam de Mutter di menit 110 dan 118, terhadap gawang klub milik famili Bakrie itu.
Mencolok menyaksikan data fisik para pemain Indonesia ini. Usianya 19 tahun dan tinggi badannya hanya sekitar 170 cm saja. Yericho 167 cm, Alfin 171 cm dan Yandi juga kurang lebih sama.
Sedangkan lawan-lawan mereka tingginya sekitar 180 cm. Sam de Mutter 183 cm, Vandamme juga 183 cm. Ini jelas perbedaan besar, dan tidak heran kalau untuk menahan gempuran pemain tinggi besar, pemain kita akan kewalahan dan banyak menggunakan tangan untuk menghentikan laju lawan.
Ketinggian
Sepakbolanda.nl, cemas mereka ini tidak akan mampu bersaing di liga Eropa yang sangat ketat. Sekalipun di level dua Belgia, masih terlalu berat. Semoga saja pelatih bisa obyektif dalam menilai ketiganya dan tidak dipengaruhi tekanan dari bos Aga Bakrie yang orang Indonesia. Tidak ada manfaatnya kalau terus dipaksakan! Kasihan pelatih, penonton dan si pemain sendiri yang kedodoran.
Rabu, 31 Agustus 2011
Pemain Indonesia Kalah Fisik
Sepakbola Indonesia berusaha menata diri dengan memperbaiki struktur organisasi. Sejak PSSI dipimpin Professor Djohan Arifin Husin, tampaknya naturalisasi pemain asing dan pemutihan pemain keturunan dikesampingkan. Suara yang menguat adalah pembibitan muda.
Terlalu Kecil
"Pembibitan muda menghasilkan bintang dari negeri sendiri." Sebuah cita-cita mulia yang sangat baik demi kemajuan anak bangsa. Tapi tim pimpinan Prof Djohar ini lupa satu faktor. Secara fisik orang Indonesia murni, tidak cocok untuk olah raga paling populer sejagad ini! Badan kita terlalu kecil. Jadi dengan rata-rata tinggi badan 175 cm, maka sampai 100 tahun kedepan, Indonesia kemungkinan tidak lolos putaran akhir piala dunia.
Sudah terlalu sering Djenol mendengar komentar berbagai pakar dan pemain sendiri bahwa fisik yang terlalu kecil merupakan faktor negatif dalam sepakbola. Kalah dalam adu fisik, kecepatan, ketahanan dan perebutan bola atas. Sementara sepakbola moderen sangat menuntut kekuatan fisik dan stamina prima. Selain itu kemenangan dalam pertandingan juga ditentukan oleh goal-goal yang tercipta lewat sundulan kepala.
Arsène Wenger
Sebagai ilustrasi Djenol baca ungkapan Arsène Wenger, pelatih Arsenal pada bulan Juni 2011 lalu kepada media Inggris. "'Kami kekurangan pemain berbadan tinggi. Kita sering kecolongan angka, pada bola-bola mati. Kalah duel di udara yang seharusnya bisa dicegah. Kami harus bisa menghadapi tim-tim yang berfisik kuat. Sekarang ini kita seringnya ditaklukkan secara fisik."
Ungkapan Wenger, dua bulan sebelum Arsenal dipermalukan ManU, 8-2 sudah mencium gelagat ini. Harus diakui bahwa Arsenal secara klub memang tidak sekaya klub-klub besar moden ManCity, ManU, Liverpool atau Chelsea. Dan secara permainan Arsenal memilih tipe elegan yang artistik, bukan kekuatan fisik yang ditonjolkan. Padahal selama enam tahun Wenger selalu menyangkal kekuatan fisik menentukan kemenangan. Sekarang Prof Prancis itupun harus berubah pikiran.
Bagaimana dengan Indonesia? Negeri kita memiliki masalah yang lebih besar dibanding Arsenal di Premier League. Selain fisik yang lemah, tehnik pun pemain Indonesia masih di bawah negara adidaya Asia, semodel Jepang, Korena, Arab Saudi dll.
Bobo dulu....
Terlalu Kecil
"Pembibitan muda menghasilkan bintang dari negeri sendiri." Sebuah cita-cita mulia yang sangat baik demi kemajuan anak bangsa. Tapi tim pimpinan Prof Djohar ini lupa satu faktor. Secara fisik orang Indonesia murni, tidak cocok untuk olah raga paling populer sejagad ini! Badan kita terlalu kecil. Jadi dengan rata-rata tinggi badan 175 cm, maka sampai 100 tahun kedepan, Indonesia kemungkinan tidak lolos putaran akhir piala dunia.
Sudah terlalu sering Djenol mendengar komentar berbagai pakar dan pemain sendiri bahwa fisik yang terlalu kecil merupakan faktor negatif dalam sepakbola. Kalah dalam adu fisik, kecepatan, ketahanan dan perebutan bola atas. Sementara sepakbola moderen sangat menuntut kekuatan fisik dan stamina prima. Selain itu kemenangan dalam pertandingan juga ditentukan oleh goal-goal yang tercipta lewat sundulan kepala.
Arsène Wenger
Sebagai ilustrasi Djenol baca ungkapan Arsène Wenger, pelatih Arsenal pada bulan Juni 2011 lalu kepada media Inggris. "'Kami kekurangan pemain berbadan tinggi. Kita sering kecolongan angka, pada bola-bola mati. Kalah duel di udara yang seharusnya bisa dicegah. Kami harus bisa menghadapi tim-tim yang berfisik kuat. Sekarang ini kita seringnya ditaklukkan secara fisik."
Ungkapan Wenger, dua bulan sebelum Arsenal dipermalukan ManU, 8-2 sudah mencium gelagat ini. Harus diakui bahwa Arsenal secara klub memang tidak sekaya klub-klub besar moden ManCity, ManU, Liverpool atau Chelsea. Dan secara permainan Arsenal memilih tipe elegan yang artistik, bukan kekuatan fisik yang ditonjolkan. Padahal selama enam tahun Wenger selalu menyangkal kekuatan fisik menentukan kemenangan. Sekarang Prof Prancis itupun harus berubah pikiran.
Bagaimana dengan Indonesia? Negeri kita memiliki masalah yang lebih besar dibanding Arsenal di Premier League. Selain fisik yang lemah, tehnik pun pemain Indonesia masih di bawah negara adidaya Asia, semodel Jepang, Korena, Arab Saudi dll.
Bobo dulu....
Rabu, 17 Agustus 2011
Pemain Keturunan di Pekan 2 Liga Utama Belanda
Sekilas laporan tentang sejumlah pemain keturunan di Liga Utama Belanda, de Eredivisie pekan 2 musim kompetisi 2011/2012.
Lilipaly dan Van der Maarel Dua pemain FC Utrecht berdarah Indonesia, Stefano Lilipaly dan Mark van der Maarel tidak bisa mengulang sukses pekan sebelumnya. Ketika pertandingan perdana lawan VVV Venlo keduanya bermain dalam satu tim selama 13 menit. Sepakbolanda menyaksikan Van der Maarel main penuh dan Lilipaly masuk lapangan pada menit ke 77.
Sukses itu tidak terulang kembali pada laga kedua musim baru ini menjamu de Graafschap 14 Agustus yang berakhir 2-2. Sepakbolanda tidak menemukan Lilipaly dipasang oleh pelatih Erwin Koeman. Sedangkan van der Maarel hanya babak pertama.
Skorsing Tiga Laga
Michael Timisela, bek kanan VVV Venlo, keturunan Maluku Belanda belum bisa dipasang dua pertandingan awal karena terkena skorsing 3 laga. Padahal hukuman itu didapat pada pertandingan penutupan musim lalu. Ketika VVV menjamu FC Zwolle (2-2) 30 Mei 2011.
Skorsing tiga laga memaksa Timisela harus menyaksikan dari luar laga pertama lawan FC Utrecht imbang tanpa gol, 0-0, dan kalah telak 0-4 dari Vitesse Arnhem pekan lalu. Timisela, belum bisa dipasang juga menjamu Ajax, 21 Agustus. Dia baru siap pada laga tandang ke FC Twente 27 Agustus.
Sosok Paling Stabil
Tom Hiariej, namanya tidak terlalu dikenal publik Indonesia. Tapi dia adalah keturunan Maluku Belanda di FC Groningen. Bek kelahiran 25 Juli 1988 itu termasuk pemain yang menjadi langganan menutup lini belakang klub asuhan Pieter Huistra itu. Dia tidak pernah absen selama dua laga pertama Groningen musim ini. Sepakbolanda menemukan pemain belakang ini turun penuh pada tandang ke Roda JC dan laga kemenangan kandang 4-2 dari ADO Den Haag.
Masih Cedera Sepakbolanda melaporkan Kevin Wattamaleo, pemain keturunan di klub liga utama Belanda Excelsior belum bisa dipasang pada dua laga pertama lawan Feyenoord, lalu kalah dari NEC 3-0. Gelandang kekar kelahiran 25 Januari 1989 itu cedera otot.
RIP Fritz Korbach Selain itu sepakbola menyaksikan Belanda harus melepas tokoh sepakbola negeri ini. Fritz Korbach mantan pelatih berbagai klub Belanda telah berpulang Ahad 14 Agustus 2011 karena kanker saluran pernapasan.
PSM Makassar Korbach juga pernah melatih PSM Makassar dari Juni sampai September 2005. Tabloid sepakbola VI, menulis “Pekan ini dunia sepakbola berpisah dengan sosok unik. Seluruh Belanda mencintai Fritz Korbach.” Sebenarnya menurut Sepakbolanda, Indonesia juga sedikit kehilangan pelatih yang selalu pakai kacamata merosot dan tidak pernah melepas cerutu dari sela jemari tangannya.
Lilipaly dan Van der Maarel Dua pemain FC Utrecht berdarah Indonesia, Stefano Lilipaly dan Mark van der Maarel tidak bisa mengulang sukses pekan sebelumnya. Ketika pertandingan perdana lawan VVV Venlo keduanya bermain dalam satu tim selama 13 menit. Sepakbolanda menyaksikan Van der Maarel main penuh dan Lilipaly masuk lapangan pada menit ke 77.
Sukses itu tidak terulang kembali pada laga kedua musim baru ini menjamu de Graafschap 14 Agustus yang berakhir 2-2. Sepakbolanda tidak menemukan Lilipaly dipasang oleh pelatih Erwin Koeman. Sedangkan van der Maarel hanya babak pertama.
Skorsing Tiga Laga
Michael Timisela, bek kanan VVV Venlo, keturunan Maluku Belanda belum bisa dipasang dua pertandingan awal karena terkena skorsing 3 laga. Padahal hukuman itu didapat pada pertandingan penutupan musim lalu. Ketika VVV menjamu FC Zwolle (2-2) 30 Mei 2011.
Skorsing tiga laga memaksa Timisela harus menyaksikan dari luar laga pertama lawan FC Utrecht imbang tanpa gol, 0-0, dan kalah telak 0-4 dari Vitesse Arnhem pekan lalu. Timisela, belum bisa dipasang juga menjamu Ajax, 21 Agustus. Dia baru siap pada laga tandang ke FC Twente 27 Agustus.
Sosok Paling Stabil
Tom Hiariej, namanya tidak terlalu dikenal publik Indonesia. Tapi dia adalah keturunan Maluku Belanda di FC Groningen. Bek kelahiran 25 Juli 1988 itu termasuk pemain yang menjadi langganan menutup lini belakang klub asuhan Pieter Huistra itu. Dia tidak pernah absen selama dua laga pertama Groningen musim ini. Sepakbolanda menemukan pemain belakang ini turun penuh pada tandang ke Roda JC dan laga kemenangan kandang 4-2 dari ADO Den Haag.
Masih Cedera Sepakbolanda melaporkan Kevin Wattamaleo, pemain keturunan di klub liga utama Belanda Excelsior belum bisa dipasang pada dua laga pertama lawan Feyenoord, lalu kalah dari NEC 3-0. Gelandang kekar kelahiran 25 Januari 1989 itu cedera otot.
RIP Fritz Korbach Selain itu sepakbola menyaksikan Belanda harus melepas tokoh sepakbola negeri ini. Fritz Korbach mantan pelatih berbagai klub Belanda telah berpulang Ahad 14 Agustus 2011 karena kanker saluran pernapasan.
PSM Makassar Korbach juga pernah melatih PSM Makassar dari Juni sampai September 2005. Tabloid sepakbola VI, menulis “Pekan ini dunia sepakbola berpisah dengan sosok unik. Seluruh Belanda mencintai Fritz Korbach.” Sebenarnya menurut Sepakbolanda, Indonesia juga sedikit kehilangan pelatih yang selalu pakai kacamata merosot dan tidak pernah melepas cerutu dari sela jemari tangannya.
Minggu, 07 Agustus 2011
Mark van der Maarel Keturunan Yang Jadi Pilar FC Utrecht
Pada laga VVV Venlo kontra FC Utrecht, 6 Agustus itu istimewa untuk beberapa alasan.
Dari pihak FC Utrecht, ada pemain keturunan Indonesia, Mark van der Maarel tampil penuh dan menjadi bidak penting peramu strategi Erwin Koeman dalam pertahanan maupun membantu serangan di tepi kanan. Kerap kali dia menerobos lini pertahanan VVV dan tidak lupa membatu serangan dan menutup celah ofensif lawan.
Kagum rasanya menyaksikan pemain bernomor punggung 14, yang secara potensi bisa bermain di timnas Garuda.
Selain itu Stefano Lilipaly, pemain keturunan Maluku Belanda juga mendapat porsi sekitar 15 menitan. Di menit ke 77, ia menggantikan Enzio Boldewijn di kanan luar. Inilah penampilan perdana Stefano di Liga Utama Belanda.
Kepada Radio Nederland, gelandang serang ini menyatakan lega dan nyaris mencetak gol. Baca: Penampilan Perdana Lilipaly di Eredivisie.
Pemain calon naturalisasi kelahiran 10 Januari 1990 ini menjalani laga perdana di liga utama Belanda, de Eredivisie. Bersama klubnya FC Utrecht ia bertandang ke VVV Venlo yang berakhir imbang tanpa gol.
Sabtu, 06 Agustus 2011
Tampil Perdana Lilipaly di Eredivisie
Sabtu 6 Agustus merupakan hari bersejarah bagi Stefano Lilipaly. Pemain calon naturalisasi kelahiran 10 Januari 1990 ini menjalani laga perdana di liga utama Belanda, de Eredivisie.
Bersama klubnya FC Utrecht ia bertandang ke VVV Venlo yang berakhir imbang tanpa gol. Walaupun baru diturunkan di menit 77' namun Stefano sangat gembira dengan penampilan perdananya. Kepada Radio Nederland, gelandang serang ini menyatakan lega dan nyaris menciptakan gol. "Saya puas dengan penampilan pertama ini, sayang sekali gol saya tidak diakui."
Penampilan ini sangat mendekati sensasi karena sundulan Lilipaly menjelang akhir pertandingan nyaris membuahkan gol, tapi ditepis kiper VVV di garis gawang.
Penampilan pemain keturunan Maluku Belanda yang berminat memperkuat timnas Indonesia itu, sejak dua pekan ini sangat memukau.
Dua Gol
Pekan silam dia tampil cemerlang bersama tim dua FC Utrecht mengalahkan Sparta Rotterdam 4-1 dalam laga persahabatan. Lilipaly menciptakan dua goal indah, lewat tendangan terarah dan cerdik mengelabuhi kiper lawan. Usai pertandingan lawan Sparta itulah dia dikabari akan dipasang lawan VVV di tim utama. "Saya dengar panggilan tim utama, seusai laga lawan tim dua mengalahkan tim dua Sparta Rotterdam.
Posisi di Garuda
Prestasi ini jelas akan membangkitkan perhatian publik sepakbola Indonesia. Setelah menaturalisasi Ruben Wuarbanaran dan Diego Michiels maka Stefano Lilipaly bisa menjadi yang berikutnya. Gelandang serang yang pernah ikut seleksi timnas Indonesia bersama Joey Suk, Wuarbanaran dan Michiels pada bulan Maret 2011 ini menyatakan bingung soal posisinya di tim Garuda. Kepada Radio Nederland dia mengirim pesan penuh tanda tanya: "Saya tidak dapat berita lagi dari PSSI. Padahal waktu itu saya sangat ingin bermain lawan Turkmenistan. Tapi tidak dengar apa-apa lagi."
Sampai sekarang, harapannya tetap bermain di timnas Indonesia masih besar. Setelah dua kali tampil bagus dua pekan terakhir, ia berharap Indonesia serius dalam mengurusi paspor.
Langganan:
Postingan (Atom)